Selasa, 27 Oktober 2009

CHECK AND RECHECK

Check and recheck. Ini bukan Cek & Ricek tentang acara celoteh di televisi, tetapi tentang IKSA. Dalam catatan saya, ada 19 (sembilas belas) keluarga warga IKSA yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya. Meliputi berapa jiwa? Belum tahu. Kok bisa? Itulah! Kalau saya jadi kepala desa, - sesuai dengan kedudukannya - tentu bisa "memerintahkan" perangkat desa sampai ketua RT untuk mendata. Apalagi "desa atau kelurahan" nya meliputi se-Jabodetabek! Desa mana yang seluas itu! Laah, apa nggak "lapor", atau ber-"halo-halo"? Hush, jangan keras-keras! nTar ada yang merasa nggak enak. Dirasanin, baru tahu kamu!

Acara hal bil halal berlangsung dengan lancar, selamat. Namanya halal bil halal, ya mengusahakan yang masih haram (kesalahan, kekeliruan), dengan ketulusan dan kerohiman, insya Allah memperoleh ridho-Nya menjadi halal (dimaafkan). mBah Hj. Chamdiah (Ibu/mBak Aam) sebagai ibu suri atau ibu sêpuh yang mêngku gawé. Yang nduwé gawé, keluarga Mustofa (Sari Wulandari) dengan segenap jajaran adik dan kemenakannya. Komplit.


Kurang faham istilah mêngku dan nduwé gawé? Tanyakan dalam pertemuan berikut kepada yang ngerti.Baik yang mêngku gawé dan nduwé gawé tentu cukup capai membuat persiapan seperlunya. Tidak berlebihan, bila berharap ada kesejukan dan kehadiran kaum kerabat.Terang yang menyejukkan, bagai sinar bulan purnama. Untung tenaga dan semangat kebersamaan keluarga H. Sarwoto (Alm) dan Hj. Chadiah "memiliki pasukan" yang cukup. Bagaimana kalau kerabat yang telah lama tidak bertemu, dan ditunggu kehadirannya tidak muncul? Kalau bahasa di Tinggarwangi kira-kira begini: Kêprimèn sii ko padha? Dé arêp-arêp karo wong tuwa koh padha mblaur. O Allah, Gusti, muga-muga padha tansah pinaringan waras, slamêt.

Sejenak saya ingin mengucapkan yang tidak bisa terlahir (tapi, enak nggak enak, saya ingin tulis disini). Begini : mBak Aam, kerepotan mewujudkan simbolnya rumêngkuh kepada kerabat sudah cukup. Makanan enak yang disiapkan, sebagai tanda menghargai yang datang. Suasana yang nyaman, berkumpul dengan anak cucu, adalah kebahagiaan. Sungguh! Nggak peduli mereka berlarian kesana-kemari, nyaris menginjak camilan dan gelas, kita tetap senang dan tertawa melihat kegembiraan mereka! Ada kenikmatan yang luar biasa. Tidak tiap orang bisa merasakan. Memang, masakan yang disiapkan berlebih, karena sebagian tidak hadir. Kan, bisa berbagi dengan tetangga. Memberikan makan adalah naluri seorang ibu, naluri kedekatan. Kita menerima makanan bukan hanya karena lapar, tetapi menunjukkan rasa menghargai. Tidak ada yang mubazir. Tetap lêgawa saja.

Mereka yang tidak hadir, mungkin punya acara yang lebih penting dibandingkan menunjukkan respect kepada yang lebih tua, kepada kerabat, yang kalau memakai bingkai halal bil halal hanya sekali setahun. Eeh, saya jadi ingat: waktu pertemuan di Bekasi ada sedikitt "tauziah" tentang respect. Menghargai. Ngrêgani. Mungkin juga tidak sempat membaca blog IKSA maupun Sêkalané Kémutan. Eeh, saya jadi ingat lagi: ayo kita bikin blog, mau menyampaikan apapun silahkan. Ora kêtang yang sudah kepala enam ini kêponthal-ponthal belajar apa itu blog. Barangkali, perlu memakai undangan yang bagian pojoknya ditulisi RSVP (répondez s'il vous plait) biar be international. Atau, beritahu, atau titip pesan, bila tidak bisa hadir. Lah wong cêkêlané HP dari yang "biasa" sampai BB. Ini juga pembelajaran.

Sebaliknya, ada baiknya dijadikan kebiasaan mendatang, yang mau jadi sahibul bait, jangan sungkan check and re-check. Dibilang crewet ya nggak apa-apa. Ada yang ngajari kok! Karena dari sisi praktis, akan terukur masalah akomodasi, konsumsi, pembagian waktu dan seterusnya. Kalau perlu akan minta bantuan Hansip untuk ngatur parkir dan jaga kendaraan. Eeh, saya jadi ingat juga: yang jauh-jauh dari Aachen (Jerman) tanya lewat Web Messenger: mbah bagaimana acara hal bil halalnya? Terus terjadi transmit dan reply. Sayang, saya belum bisa memenuhi harapan adanya foto-foto. Belasan tahun yang lalu memang alat lengkap (masih ada). Kini tidak aktif. Sarana camera digital: nihil. Cellular dengan camera juga nihil. Wong kuna. O Allah, Wid. ... Ko sing nêng paran baé kélingan. Gêlêm takon. Kêtrima. Muga tansah pinaringan waras, slamêt. Kalis ing sambékala, rahayu kang tinêmu. Amin - Tu Ds.

Tidak ada komentar: